ISU, Rumah Kedua dan Keluarga Baru di Tanah Rantau
Menjadi mahasiswa internasional selalu membawa cerita yang spesial. Banyak orang mengira kuliah di luar negeri itu penuh dengan hal seru, perjalanan, dan pengalaman baru yang menarik. Tapi di balik itu semua, ada sisi lain yang juga sangat nyata: perasaan sepi dan rindu dengan rumah. Tinggal jauh dari keluarga, ternyata terasa cukup berat.
Saat tiba di I-Shou University (ISU), banyak mahasiswa internasional merasakan hal yang sama. Hari-hari awal biasanya dihabiskan untuk beradaptasi dengan lingkungan baru, budaya yang berbeda, bahkan makanan yang belum mungkin terasa hambar. Tinggal di asrama yang ramai bisa terasa sepi. Ketika lampu kamar mati, inilah saat-saat rindu muncul perlahan. Namun, ada satu hal yang bantu menutupi rasa rindu itu: hadirnya teman-teman yang perlahan menjadi "keluarga baru." Pertemanan di ISU tidak sekadar hubungan dengan teman setanah air, tetapi juga menjadi bagian penting yang melengkapi kehidupan saat tinggal di luar negeri.
Kebersamaan ini tidak hanya terjadi antar teman dari satu negara. Di kelas, teman-teman menjadi rekan belajar yang saling bantu ketika tugas banyak atau materi sulit dipahami. Di kantin, mereka jadi teman makan yang membuat makan terasa lebih hangat. Saat ada yang sakit, teman-temanlah yang segera datang membawa makanan dan obat atau hanya menemani. Bahkan kegiatan sederhana seperti jalan-jalan di sekitar kampus atau ngobrol santai di sekitar kampus sering jadi momen berharga yang mempererat ikatan.
Hal yang membuatnya lebih indah adalah keberagaman di sini. Teman lokal Taiwan sering membantu dalam hal bahasa dan budaya lokal. Mahasiswa dari negara lain berbagi cerita kebiasaan dan tradisi mereka, sehingga kampus terasa seperti miniatur dunia. Sementara itu, teman-teman Indonesia biasanya menjadi tempat berbagi rindu, karena obrolan dan makanan yang familiar selalu menciptakan nuansa rumah. Dari interaksi sehari-hari, banyak mahasiswa menyadari bahwa keluarga tidak selalu berarti orang-orang yang berdarah sama. Keluarga juga bisa terbentuk dari orang-orang yang tulus hadir, mendukung, dan membuat kita tidak sendirian saat jauh dari rumah.
Di ISU, teman-teman sering jadi orang pertama yang mengucapkan “selamat ulang tahun”, yang telinga dan hati selalu terbuka ketika ada masalah, atau yang menghibur sampai lupa sejenak pada rasa rindu akan rumah. Mereka yang hadir di saat-saat penting, baik di masa suka maupun yang duka. Pengalaman ini menjadikan ISU lebih dari sekadar universitas. Kampus ini menjadi rumah kedua, tempat tumbuhnya rasa kebersamaan, kemandirian, dan keberanian. Banyak mahasiswa awalnya datang dengan perasaan takut dan kesepian, sedikit demi sedikit kita menemukan dukungan dan semangat baru melalui pertemanan-pertemanan yang tulus.
Pada akhirnya, hal paling berharga dari menjadi mahasiswa internasional (rantau) bukan hanya gelar atau ilmu yang didapat, tapi juga keluarga baru yang ditemui selama kita berjuang. Teman-teman yang ada di ISU akan selalu menyisakan kenangan dalam hati, bahkan setelah lulus nanti. Meskipun ada banyak tantangan hidup di luar negeri, satu hal yang selalu bisa diambil pulang adalah pelajaran bahwa orang-orang yang tidak sedarah bisa menjadi rumah dan keluarga.





